Sabtu, 24 September 2011

Perencanaan Keuangan Keluarga

Beberapa hari yang lalu, ada seorang kawan, sebut saja si Asri, datang berkunjung ke rumah. Awalnya sih sekedar melepas kangen sambil ngobrol ngalor-ngidul. Asri ini memang baru menikah 4 bulan yang lalu. Lepas bulan madu, dia dihadapkan pada masalah-masalah domestik yang sekilas tampak bukan hal yang besar untuk diributkan, tapi ternyata cukup bikin pusing kepala. Setidaknya kepala si Asri;-)


Ada masalah pengaturan tugas rumah tangga (mereka belum punya pembantu di rumah), masalah adaptasi kepribadian masing-masing, dan yang paling pusing adalah mengatur keuangan keluarga yang cuma segitu-segitunya.

Yang terakhir ini, total dibebankan semua ke Asri, karena sang suami setelah menyetorkan gajinya, cukup nggak cukup harus cukup. Memang mereka berdua bekerja, hanya Asri bingung, kenapa saldo akhir bulan selalu nol. Padahal mereka kan harus menabung untuk mencicil rumah, untuk persiapan kelahiran bayi yang beberapa bulan lagi akan lahir, mencicil mobil, dan persiapan menabung untuk sekolah si kecil.

” Pusing aku, mbak…” Aku senyam-senyum aja mendengar curhatnya…. hal klasik yang sering kudengar. Tapi gara-gara itu, aku jadi pengen share ke orang-orang. Bukan untuk membuka aibnya si Asri ini.

Sekedar bahan perenungan, bahwa kadang tanpa sadar kita mengambil jalan yang kurang bijak dalam hal keuangan, lalu akhirnya merasa sesak sendiri karena terbelit hutang ke sana-sini. Padahal hidup ini sendiri sudah susah lho. Ngapain ditambah susah dengan hadirnya cicilan-cicilan ini-itu?


Sebenernya hidup itu simpel kok. Nggak perlu kebanyakan gaya. Jalani aja semampu kita. Kalo kita mampunya nyicil rumah tipe 45, ngapain maksain diri untuk punya rumah di Pondok Indah?
Kalo kita mampunya punya motor, kok ngoyo pengen punya mobil?
Berdalih karena mereka dibutuhkan?
Coba ukur kantong kita, bakal bolong nggak kalo kita ambil cicilan-cicilan tsb?
Mau dianggap makmur? Mending dikira kere daripada dikira kaya.

Gaya butuh modal!

Trus, gimana dong caranya kita bisa mengatur uang di rumah?

Yang paling awal adalah, menganalisa pengeluaran rumah tangga bulanan.
Mana belanja yang penting, mana yang kurang penting, mana yang tidak penting. Misalnya, apa benar kalo nggak merokok rasanya pengen mati. Wah, bukannya kalo merokok malah cepet mati?
Atau anggaran makan di restoran. Perlu dilestarikan gak nih, kebiasaan makan di restoran, atau perlu diliburkan dulu untuk saat ini?

Atau tiba-tiba ada penawaran hp baru yang harganya kira-kira 3-5 jutaan. Diambil nggak ya? Sesuai nggak antara kebutuhan kita berkomunikasi dengan fitur yang tersedia? Kalo perlunya cuma terima telpon dan sms, ngapain punya hp yang ada fasilitas e-mail dan PDA?

Selanjutnya, buatlah pos-pos tabungan. Isi terlebih dahulu kantong andas ebelum mengisi kantong pengusaha supermarket, kantong pengusaha salon, kantong pengusaha butik. Malah bagus kalau anda bisa menganggap tabungan adalah “pos” yang harus dibayar awal. Kebanyakan orang berfikir,tabungan adalah pos yang bisa dibayar belakangan.


Percaya aja, kalau model berfikir anda begini, nggak akan pernah uang anda terkumpul di tabungan. Pepatah ‘bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian’ memang masihberlaku.

Coba bayangkan, tanpa harus kerja, uang datang sendiri ke anda. Emang bisa? Kenapa nggak? Ini bukan sulap-bukan sihir kok. Mulailah berfikir untuk memiliki passive income, di mana uang datang tanpa anda harus bekerja.

Caranya gimana? Ya… kumpulkanlah aset. Aset, adalah hal-hal yang membuat kekayaan kita bertumbuh.

Rumah adalah aset?
Hati-hati dengan pemikiran itu. Coba bayangkan, rumah besar berarti overhead besar. Perlu listrik berdaya tinggi, perlu pembantu lebih dari satu untuk membersihkan, PBB yang dibayarkan juga besar.Pokoknya semuanya serba besar. Tapi apakah ia mendatangkan uang lebih banyak?

Lalu juga, apakah mobil itu aset? Yang ini jelas bukan. Wong setiap tahunnya nilainya menyusut. Tapi itulah kita, biar dikira kaya dan sukses, bela-belain nyicil mobil. Milihnya yang harganya selangit, lagi. Bukannya tambah kaya malah tambah melarat…

Ternyata kita perlu lebih teliti lagi dalam menganalisa, mana yang membuat kekayaan kita bertambah, mana yang bikin kita bangkrut. Tidak ada salahnya kita mempelajari bermacam-macam investasi.


Contoh klasik investasi adalah tanah dan emas. Rumah atau bangunan bisa menjadi aset kalau kita gunakan, misalnya untuk membangun rumah kontrakan, yang jika dimanfaatkan, antara pemasukan dan biaya pemeliharaan, itu masih lebih besar pemasukan.


Contoh lain investasi adalah surat hutang, saham, reksadana. Kalau masih asing sama yang ini, tidak ada salahnya cari tahu kanan-kiri atau di media-media komunikasi. Tentunya setiap aset memiliki resiko kerugian juga. Maka dari itu, berusahalah untuk memvariasikan aset, sehingga resiko yang mungkin diterima juga tidak membuat kita bangkrut.


Intinya, kita juga perlu menahan emosi dan mendinginkan kepala untuk melihat lebih jelas lagi, langkah mana yang bijak agar keuangan rumahtangga kita bertumbuh positif setiap tahunnya.

Selamat menjadi menteri keuangan…

sumber : keuangankeluarga.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar anda disini